PEMILU yang digelar pada 17 April 2019 sejatinya bertujuan memberi kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpin mereka. Pemimpin yang terpilih itu akan sekuat tenaga menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Karena itulah, pemilu hakikatnya bertujuan semakin memperkuat fondasi rumah kita bersama yang bernama Indonesia.
Rumah bersama Indonesia itu harus dijaga dengan segenap tenaga dan seluruh upaya agar tidak terpecah-pecah seperti pengalaman negara lain. Jangan biarkan Indonesia menjadi negara gagal, apalagi sampai punah hanya karena penghuninya lengah.
Menjaga keutuhan Indonesia bukan hanya tanggung jawab para elite politik, melainkan juga kewajiban setiap warga negara. Salah satu cara menjaganya ialah selalu menghadirkan narasi optimisme di ruang publik, jangan sekali-kali menebar benih-benih pesimisme.
Inilah saat yang tepat, persis di hari terakhir tahun ini, untuk merenungkan benarkah politik hadir untuk menyatukan, bukan memecah belah masyarakat? Benarkah kampanye pemilu yang dimulai sejak 23 September menghadirkan kegembiraan bagi rakyat dan para kontestan senantiasa berkompetisi dalam harmoni?
Harus jujur dikatakan, dalam tensi politik yang tinggi, sering kali kampanye pemilu muncul sebagai pemicu timbulnya gesekan-gesekan di masyarakat yang berbahaya bagi integrasi nasional. Para elite masih saja doyan mengumbarkan pesan-pesan yang mencemaskan, miskin imajinasi tentang Indonesia yang gagah di masa depan.
Terus terang, kita merindukan pemimpin sejati seperti para pendiri bangsa yang selalu meniupkan harapan. Mereka selalu menaburkan rasa percaya diri pada masyarakat. Bung Karno, misalnya, mengobarkan semangat rakyat dengan berkata, ”Barang siapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam.” Beda sekali dengan pemimpin sekarang yang mengatakan kalau dirinya tidak menang, Indonesia akan punah.
Masih ada waktu 107 hari lagi menuju pemilu. Masih ada kesempatan untuk menanggalkan pesimisme dan menghadirkan optimisme dalam masa kampanye pemilu. Kita menantikan kampanye yang membangun kebanggaan pada Indonesia karena itulah yang akan membuat kita semakin mencintai Indonesia. Berbicara hanya buruk rupa negeri sesungguhnya cermin sikap tidak mencintai Indonesia.
Tentu saja ada masalah dalam rumah bersama Indonesia. Masalah itu, misalnya, ketidakadilan, merebaknya korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. Elok nian bila para kontestan berlomba-lomba menawarkan program konkret untuk mengatasi masalah dalam rumah Indonesia. Para kontestan itu hendaknya membawa solusi, bukan bagian dari masalah bangsa.
Ketika memasuki masa debat pertama calon presiden dan wakil presiden pada 17 Januari 2019, mereka diharapkan menyampaikan narasi kampanye yang lebih substansial. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih menyerap visi, misi, serta program kerja yang ditawarkan setiap pasangan calon presiden.
Pemilu sebagai perwujudan demokrasi hendaknya dapat memuliakan martabat manusia. Dalam demokrasi, warga yang memiliki latar belakang dan identitas berbeda terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan ditempatkan dalam posisi setara.
Politik yang memuliakan manusia hendaknya menjadi ikhtiar bersama dalam menyongsong 2019 sambil mengucapkan selamat tinggal politik pesimisme 2018. Menghadirkan optimisme ialah salah satu bentuk menjaga Indonesia sebagai rumah bersama agar tetap kukuh berdiri.
http://bit.ly/2EUrtzo
December 31, 2018 at 07:22AM from METROTVnews.com http://bit.ly/2EUrtzo
via IFTTT
No comments:
Post a Comment